Konsep Jarimah dalam HPI


Konsep Hudud, Qishas dan Ta’zir
dalam al-Quran

A. Pengantar

Para ahli fiqih sering memakai kata Jinayah untuk jarimah. Asalnya kata Jinayah ialah hasil perbuatan seseorang yang dilarang. Di kalangan fuqaha sering dimaksud “perbuatan yang dilarang syara” baik yang merugikan jiwa atau benda atau lain sebagainya.

Sedangkan kebanyakan fuqaha memakai Jinayah untuk perbuatan yang merugikan dalam hal mengenai jiwa seseorang seperti, pembunuhan, mengenai anggota badan, penganiayaan, memukul, menggugurkan kandungan dan lain sebagainya.

Suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai suatu jarimah mana kala memenuhi unsur-unsur umum di bawah ini:
  1. Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasa disebut “unsur formil” (Rukun Syar’i).
  2. Adanya tingkah laku yang dapat membentuk jarimah, baik perbuatan nyata atau pun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut “unsur materiel” (Rukun Maddi).
  3. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yan g dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya, dan unsur ini biasa disebut “Unsur moril” (rukun adabi). [1]

Suatu perbuatan tidak bisa digolongkan pada jarimah jika tidak terdapat unsur-unsur di atas. Pertama, suatu perbuatan tidak dapat digolongkan sebagai jarimah jika tidak ada nas atau aturan yang melarang atau memberi ancaman terhadap tindakan tersebut. Kedua, setelah adanya aturan hal tersebut tetap tidak dapat digolongkan pada jarimah jka tidak ada sikap yang menunjukkan pada suatu tindak jarimah. Ketiga, seorang jarimah yang hendak dikenai hukuman adalah orang yang sehat, balgh dan tidak gila sehingga ia dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Sementara itu pengertian jarimah sendiri ialah larangan-larangan syara yang diancamkan hukuman had atau ta’zir. Pengertian jarimah dalam hukum positif yang digunakan di Indonesia sama dengan delik, tindak pidana dan peristiwa pidana.

Jarimah dilihat dari segi berat- ringannya hukuman dibagi menjadi tiga, yaitu; Jarimah hudud, qishas-diyat, dan ta’zir. Dalam al-Quran ketiga konsep ini tertulis dengan jelas. Hudud dan qiyas diyat merupakan hak tuhan yang harus dijaga dan dilindungi demi terciptanya tatanan masyarakat yang aman dan tentram.

B. Hudud

Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan macamnya dan jumlahnya dan menjadi hak tuhan. Maksud dari  hak Tuhan ini adalah bahwa hukum hudud tidak dapat dihapuskan oleh perseorangan atau masyarakat maupun negara. Jarimah hudud juga termasuk jarimah masyarakat, karena dalam hal kerugian, jarimah hudud dapat merugikan masyarakat.

Yang termasuk ke dalam jarimah hudud antara lain; zina, qadzaf (menuduh zina),meminum minuman keras, haribah (pembegalan), murtad, dan al-baghyu (pemberontakan). Ketujuh konsep hukum ini telah dijelaskan dalam al-Quran dan telah ditentukan macam dan jumlahnya.
  1. Zina
Para Fuqaha sepakat bahwa zina adalah setiap persetubuhan yang diharamkan. Ketentuan dalam hukum yang berkaitan dengan zina adalah tata cara, macam hukuman, serta jumlah hukuman telah ditentukan oleh Allah juga mengenai persaksian yang jumlahnya harus mencapai empat orang. al-Quran menyebutkan:
وَالاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِّنكُمْ فَإِن شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلاً
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya (an-Nisa:15)

Selain itu aturan-aturan yang ditetapkan Islam dalam al-Quran untuk pezina antara lain; jillid, pengasingan, dan rajam. Jillid diperuntukkan untuk pezina yang belum memiliki pasangan. Tujuan hukuman jillid adalah untuk mengimbangi (memerangi) faktor psikologis yang mendorong diperbuatnya zina, yaitu keinginan untuk mendapatkan kesenangan. Faktor psikologis penentangnya yang menyebakan seorang meninggalkan kesenangan tersebut adalah ancaman sengsara (rasa sakit) yaitu yang ditimbulkan oleh seratus jillid.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَتَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (an-Nur:2)

Sedangkan pengasingan lebih tepat disebut hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliyah) alasannya, pertama, agar masyarakat setempat lebih cepat melupakan kejadian jarimah yang terjadi di lingkungannya tersebut, kedua, agar pelaku jarimah zina terhindar dari kesulitan hidup jika tetap berada di lingkungan masyarakat tersebut.

Hukum rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari dengan batu hingga pelaku jarimah tersebut menemui ajalnya. Hukuman ini diperuntukan untuk pelaku zina mukhson yaitu pezina yang telah menikah. Tujuan hukum rajam ini adalah jarimah tersebut terbayang akan derita dan sengsara yng akan menimpanya.

  1. Qadzaf (menuduh zina)
Ketentuan hukum qadzaf ini pun tela diterangkan dalam al-Quran macam dan jumlahnya:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَتَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. (An-Nur:4)

Seseorang dianggap melakukan jarimah qadzaf apabila tuduhan yang ia ucapkan dituduhkan kepada seorang muhshon dan muhshonat. Dalam jarimah qadzaf muhshon dan muhshonat yang dimaksud adalah laki-laki atau perempuan yang biasa menjaga diri dari perzinahan, baligh, berakal, merdeka dan muslim sebagaimana tertera dalam surat an-Nur ayat 24.

Pelaku qadzaf dikenai hukuman apabila perkataan atau tuduhannya terbukti bohong. Motif pelaku qadzaf  bisa karena rasa dengki dan ingin mencemarkan nama baik seseorang, oleh karena itu jarimah qadzaf  berhak menerima hukuman yang setimpal. Para fuqaha berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku qadzaf adalah sesuai dengan perbuatan yang ia tuduhkan kepada seseorang. Umpamanya menuduh zina, maka pelaku qadzaf juga dikenai hukuman layaknya pelaku zina. Jarimah qadzaf ini bertentangan dengan tujuan Islam yaitu menjaga jiwa (hifdzun nafs) dalam hal melindungi kehormatan seseorang.

  1. Minum Minuman Keras
Meminum minuman keras bertentangan pula dengan maksu agama yaitu menjaga akal (hifdzul aql) karena jika dalam keadaan mabuk, seseorang tidak dapat berfikir dengan baik. Maka, ketentuan tentang larangan mabuk ini tertulis dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 90:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءاَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسُُ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

  1. Pencuarian
Jarimah pencurian ini juga telah ditentukan hukumannya yaitu potong tangan. Mengenai batas bagian yang dipotong menurut ijtihad ulama adalah sampai batas pergelangan tangan. Allah berfirman
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Maidah:38)

  1. Pembegalan (haribah)
Jarimah hirabah ini ditentukan pula dengan nas yang berbunyi:
إِنَّمَا جَزَاؤُا الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي اْلأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْتُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ اْلأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيُُ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang (Al-maidah:33)

  1. Murtad
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ كَبِيرُُوَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أُكْبَرُ عِندُ اللهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرُُ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah:217)

  1. Pemberontakan
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِىءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.(al-Hujurat:9)

C. Qishas

Qishas adalah balasan yang serupa bagi pelaku jarimah. Qishas termasuk ke dalam jarimah perorangan karena yang dirugikan adalah pihak-pihak tertentu. Dalam hal Qishas yang berkenaan dengan pembunuhan, apabila keluarga atau saudara korban memberikan maaf maka hapuslah qishas dan diganti dengan pembayaran diyat (denda). Kemudian apabila pihak yang dirugikan memberi maaf atas pembayaran diyat maka hukumannya diganti dengan hukuman ta’zir sebagai hukuman atas tindakannya yang merugikan suatu pihak. Jarimah qishas telah ditentukan dengan firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللهِ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah:178)

Yang termasuk ke dalam jarimah qishas yaitu; pembunuhan sengaja, semi-sengaja, pembunuhan tidak disengaja, penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak di sengaja. Allah swt. Berfirman:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآأَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَاْلأَنفَ بِاْلأَنفِ وَاْلأُذُنَ بِاْلأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصُُ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةُُ لَّهُ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah:45)

Konsep hukum qishas dalam hukum positif dikenal dengan hukuman mati. Pendiriannya sama tetapi dasar yang menjadi perhatiannya yang membedakan hukum Islam dengan hukum positif yang digunakan di Indonesia.

D. Ta’zir

Ta’zir adalah sanksi yang dibuat oleh ulil amri (pemerintah) yang memiliki daya preventif dan represif (al-radd wa al-jazm) yang diancamkan hukuman yang apabila tidak terdapat dalam al-Quran dan Hadits maka ditentukan oleh pemerintah, seperti aturan lalu lintas.[2] Perbedaan antara jarimah hudud, qishas dan ta’zir adalah jika hudud dan qishas telah ditentukan, maka ketentuan hukuman ta’zir ini diserahkan seluruhnya pada pemerintah (hakim) dengan syarat tidak bertentangan dengan nas-nas yang ada. Selai itu perbedaannya adalah jika hudud dan qishas ada batasan hukumnya, maka jarimah ta’zir ini tidak terbatas berat dan ringannya hukuman menurut keputusan hakim. Adapun ta’zir biasanya ditetapkan dengan semenguntungkan mungkin bagi jarimah karena telah merugikan masyarakat maka hukuman tetap tidak dapat dihapuskan sekalipun pihak yang dirugikan memaafkan, maka di sini hakim berhak memberlakukan atau memberikan keringanan hukuman.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan antara hudud dan qishas adalah keduanya telah ditentukan oleh Allah, sedangkan perbedaannya antara lain:
1.       Pada jarimah qishas hakim boleh menetapkan hukuman sesuai dengan pengetahuannya sedangkan pada jarimah hudud tidak;
2.       Hak menuntut qishas bisa diwariskan, sedangkan hudud tidak;
3.       Adanya pemaafan pada jarimah qishas;
4.       Pada jarimah qishas tidak ada kadaluarsa dalam hal persaksian;
5.       Pembuktian pada jarimah qishas bisa diterima melalui tulisan dan isyarat;
6.       Pada jarimah qishas boleh ada pembelaan;
7.       Pada jarimah qishas boleh ada tuntutan.

Hukuman ta’zir yang berupa hukuman badan, penjara, denda, perampasan harta, peringatan, teguran, pemecatan tidak memiliki batas tertentu, oleh karena itu, hakim berhak menentukan dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya.

Dengan demikian, ketiga konsep hukum tersebut telah tertulis dengan jelas dalam kalamullah. Kemudian atas apa yang kita ketahui di atas, maka apa yang membedakan antara hukum Islam dengan Hukum positif?. Pada dasarnya kedua aturan tersebut mengatur kehidupan masyarakat untuk menjaga kehidupan dan menjaga hak-hak manusia. Jadi, pada dasarnya syari’at Islam sama pendiriannya dengan huku positif dalam menetapkan perbuatan jarimah dan hukumannya yaitu yang bertujuan untuk menjaga  dan memelihara masyarakat dan yang membedakan keduanya adalah dasar perhatian dari penetapan kedua hukum tersebut. Yang menjadi perhatian Islam adalah terpeliharanya akhlak manusia dari perbuatan yang dilarang guna guna menjaga tatanan kehidupan yang baik. Sedangkan yang menjadi perhatian hukum positif adalah sisi merugikan dan tidak merugikannya perbuatan tersebut bagi masyarakat.


















Daftar Pustaka


H.A. Djazuli.2005. Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam.Jakarta:Kencana.

Ahmad Hanafi.1967.Asas-asas Hukum Pidana Islam.Jakarta:Bulan Bintang

Ahmad Hasan.2003.Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama jilid 3-4.Bandung:CV. Diponegoro.

Jaih Mubarak, Enceng Arif Faizal.2004.Kaidah Fiqih Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam).Jakarta:Pustaka Bani Quraisy





















[1] Ahmad Hanafi.1967.Asas-asas Hukum Pidana Islam.Jakarta:Bulan Bintang. Hlm,6

[2] H.A. Djazuli.2005. Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam.Jakarta:Kencana.Hlm.52