Teori Hukum Pidana


Teori-teori Tentang Hukum Pidana
A.     Pengertian
Sarjana Hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dan pidana yang dalam Bahasa Belanda hanya dikenal satu istilah untuk keduanya, yaitu straf. Istilah hukuman adalah istilah umum untuk segala macam sanksi baik perdata, administratif, disiplin, dan pidana. Sedangkan pidana diartikan sempit yang berkaitan dengan hukum pidana.
Ukuran dalam hukum pidana adalah seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar hukum (pidana).
Tujuan hukum pidana tidak melulu dicapai dengan pengenaan pidana, tetapi merupakan upaya represif yang kuat berupa tindakan-tindakan pengamanan. Perlu pula dibedakan antara pengertian pidana dan tindakan (maatregel). Tujuan akhir pidana dan tindakan dapat menjadi satu, yaitu memperbaiki pembuat.

B.     Tujuan Pidana

Dalam literatur berbahasa Inggris tujuan pidana disingkat dengan tiga R dan satu D. Antara lain,
Pertama, Reformasi yang berarti memperbaiki atau merehabilitasipenjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Kritikan terhadap reformasi ialah ketidakberhasilannya. Ketidak berhasilannya itu nyata banyaknya residivis yang telah mengalami pidana penjara.yang perlu ditingkatkan dalam sistem reformasi ini ialah intensitas latihan di penjara lebih ditingkatkan.
Kedua, Restraint maksudnya mengasingkan pelanggar dari masyarakat. Dengan tersingkirnya pelanggar hukum dari masyarakat berarti masyarakat itu akan lebih aman.
Ketiga, Retribution ialah pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan.
Dan yang keempat, yaitu Deterrence yang berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun oranglain yang potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.
Yang dipandang tujuan yang berlaku sekarang ialah variasi dari bentuk-bentuk: penjeraan (deterrent), baik ditujukan bagi pelanggar hukum itu sendiri maupun kepada mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat; perlindungan kepada masyarakat dari perbuatan jahat; perbaikan (reformasi) kepada penjahat. Yang terkhir ini bukan hanya memperbaiki pemenjaraan tetapi mencari alternafit lain yang bukan bersifat pidana melainkan membina pelanggar hukum.
Sistem pidana bersyarat (probation) dan pelepasan bersyarat (porale) di Inggris, Amerika dan negara lain dimanifestasikan dalam rancangan KUHP Nasional dengan nama pidana pengawasan. Semua ini bersifat reformasi.
Berkaitan dengan tujuan pidana, maka muncullah teori-teori mengenai hal tersebut.
Ada tiga Golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana:
1)      Teori absolut teori pembalasan (Vergeldings theorien).
2)      Teori relatif atau tujuan (doeltheorien)
3)      Teori gabungan (verenigingstheorien)
Teori yang pertama muncul pada akhir abad ke-18, dianut antara lain oleh Immanuel Kant, Hegel, Herbart, Stahl, Leo Polak, dan beberapa sarjana yang mendasarkan teorinya pada ajaran Qishas dalam al-Quran.
Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuab untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur unruk dijatuhkannya pidana. Atau pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan. Hakikat suatu pidana ialahpembalasan.
Variasi teori pembalasan itu diperinci oleh Leo Polak menjadi:
1)      teori pertahanan kekuasaan hukum atau pertahanan kekuasaan pemerintah negara (rechtsmacht of gezagshandhaving). Teori ini menggambarkan pidana sebagai paksaan belaka.
2)      Teori konpensasi keuntungan (vooordeelscompensatie).herbart dalam teori ini mengatakan apabila kejahatan tidak dibalas dengan pidana maka timbullah perasaa tidak puas.
3)      Tero melenyapkan segala sesuatu yang menjadi akibat suatu perbuatan yang bertentangan dari suatu hukum dari penghinaan (onrechtsfustering en blaam). Hegel menyatakan bahwa etika tidak dapat mengizinkan berlakunya suatu kehendak subjektif yang bertentangan dengan hukum.
4)      Teori pembalasan dalam rangka persamaan hukum (talioniserende handhaving van rechtsgelijkheid). Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Heymans yang mengatakan bahwa asas persamaan hukum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat menuntutsuatu perlakuan menurut hukumyang sama terhadap setiap anggota masyarakat.
5)      Teori untuk melawan kecenderungan untuk memuaskan keinginan berbuat yang bertentangan dengan kesusilaan (kering van onzedelijke neigingsbevredining). Heymans menyatakan bahwa keperluan untuk membalas tidak ditujukan kepada persoalan apakah orang lai mendapat bahagia atau penderitaan, tetapi keperluan untuk membalas itu ditujukan kepada niat masing-masing orang.
6)      Teori mengobyektifkan (objektiveringstheorie). Teori ini dikenalkan oleh Leo Polak, berpangkal pada etika. Menurut etika Spinoza, tiada seorangpun boleh mendapat keuntungan karena suatu perbuatan kejahatan yang telah dilakukannya (ne malis exspeidiat esse malos).
Menurut Leo Polak pidana harus memenuhi 3 syarat:
1)      perbuatan yang dilakukan dapat dicela sebagai perbuatan yang bertentangan dengan etika.
2)      Pidana hanya boleh memperhatikan apa yang telah terjadi. Jadi tidak boleh dijatuhkan untuk maksud prevensi.
3)      Sudah tentu beratnya pidana harus seimbang dengan beratnya delik.
Teori tentang tujuan pidana yang kedua yaitu relatif. Teori ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya yaitu tujuan untuk prevensi terjadinya kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda: menakutkan, memperbaiki, atau membinasakan. Lalu dibedakan prevensi umum dan khusus. Prevensi umum menghendaki orang pada umumnya tidak melakukan delik. Prevensi umum menakutkan orang lain dengan pelaksanaan pidana yang dipertontonkan. Oleh sebab itu terkenallah adogium latin: nemo prudens punit, quia peccatum, sed net peccetur (supaya khalayak ramai brtul-brtul tkut melakukan kejahatan, maka perlu pidana yang ganas dan pelaksanaannya di depan umum).
Von feurbach (1775-1833) memperkenalkan teori baru yang disebut teori paksaan psikologi. Pelaksanaan pidana menurut teori ini hanya penting untuk menyatakan (merealisasi) ancaman itu. Keberatan terhadap teori ini karena ancaman pidana yang bersifat abstrak
Untuk memperbaiki teori di atas, maka muncullah teori Muller dalam tulisannya de straf in het strafrecht yang menyatakan bahwa akibat preventif pidana tidaklah terletak pada eksekusi pidana maupun dalam ancaman pidana, tetapi pada penentuan pidana oleh hakimsecara konkrit (de concrete straf pleging door de rechter).
Prevensi khusus yang dianut oleh Van Hamel (Belanda) dan Von Liszt (Jerman) mengatakan bahwa tujuan prevensi khusus adalah mencegah niat buruk pelaku (dader) bertujuan mencegahpelanggar mengulangi perbuatannya atau mencegah bakal pelanggar melaksanakan perbuatan jahat yang direncanakan.
Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi khusussuatu pidana ialah:
1)      pidana harus memuat suatu unsur mnakutkan.
2)      Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana
3)      Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki
4)      Tujuan satu-satunya pidana adalah mempertahankan tertib hukum.
Teori Gabungan antara Prevensi dan pembalasan. Pompe menitikberatkan unsur pembalasan : “Orang tidak boleh menutup mata pada pembalasan. Memang, pidana dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi tetap ada ciri-cirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah suatu sanksi, dan dengan demikian terikat dengan tujuan sanksi-sanksi itu. Dan karena itu hanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi kepentingan umum.”
Teori gabungan yang kedua yaitu menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat dari pada yang ditimbulkannya dan gunanya juga tidak boleh lebih besar daripada yang seharusnya.
Teori gabungan yang ketiga, yaitu memandang sama pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat.
Dalam rancangan KUHP Nasional, telah diatur  tentang tujuan penjatuhan pidana, yaitu:
1)      mencegah tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat,
2)      mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna,
3)      menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbanagn dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat,
4)      membebaskan rasa bersalah pada terpidana (Pasal 5).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut merupakan penjabaran teori gabungan dalam arti yang luas. Ia meliputi usaha prevensi, koreksi kedmaian dalam masyarakat dan pembebasan rasa bersalah pada terpidana (mirip dengan expiation).



















HUKUM PIDANA 1
TEORI-TEORI TENTANG HUKUM PIDANA
Resume
Asas-asas Hukum Pidana Dr. Andi Hamzah, S.H.
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri Mata Kuliah Hukum Pidana 1 Jurusan HPI Semester III



Nama : Neneng Fitria Nurhasanah
NIM : 208 301 280


Fakultas Syari’ah dan Hukum
Bandung
2009