Hukum Budaya Politik dan Kesejahteraan Manusia


Hukum Budaya Politik dan Kesejahteraan Manusia

A.     Pengertian Hukum Budaya Politik
Hukum secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti aturan. Secara istilah, hukum adalah aturan-aturan yang mengikat dan memaksa.
Adapun E. Utrecht, SH memberikan batasan hukum sebagai berikut: “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus dita’ati oleh masyarakat”[1]
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik. Kberadaan politik bertujuan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, bukan hanya menyangkut kepentingan per-individu saja. Dalam sistem tersebut, dalam menetapkan kebijakan perlu adanya kekuasaan (Power), dan kewenangan (authority).
Budaya berasal dari peradaban yang timbul dari manusia. Baik berupa cipta, rasa dan karsa. Kebudayaan memunculkan hasil-hasil atau ciptaan-ciptaan yang terbentuk karena adanya interaksi dari manusia.
Ahli antropologi yang pertama merumuskan definisi kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E. B. Taylor (1871:1), yang ditulis dalam bukunya yang terkenal Primitive Culture yakni, bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Definisi lain dikemukakan oleh R. Linton (1943) dalam bukunya the cultural backgroun of personality, yaitu kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.[2]
Ahli sejarah dan seorang filsuf merumuskan definisi kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan non rasional yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.[3]
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah buah dari perilaku manusia baik berupa ciptaan-ciptaan, adat istiadat, ataupun berupa ciptaan lainnya yang muncul dari perilaku manusia yang hidup dalam sebuah masyarakat. Dalam masyarakat budaya seringkali diartikan sebagai buah kesenian, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, ilmu pengetahuan, dan filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka inti dari kebudayaan adalah:
  1. Budaya yang terdapat pada manusia adalah sangat beragam
  2. Kebudayaan itu diteruskan secara sosial dengan pelajaran
  3. Kebudayaan itu terjabarkan dari kemampuan biologi, psikologi, dan sosiologi dari eksistensi budaya.
  4. Kebudayaan itu berstruktur
  5. Kebudayaan itu terbagi dalam beberapa aspek
  6. Kebudayaan itu dinamis, dan
  7. Nilai dalam kebudayaan itu bersifat relatif.

B.     Aspek Kebudayaan

Jika kita berbicara tentang kebudayaan seperti yang dimaksudkan oleh antropologi, maka kita dapat mengartikan kebudayaan itu secara abstrak dan secara konkrit. Kebudayaan dalam arti abstrak tersusun atas berbagai pengertian yang dapat diekspresikan atau ditangkap dengan perantaraan bahasa sebagai salah satu bentuk yang terpenting dari kemampuan manusia untuk menggunakan lambang atau tanda.
Adapun kemampuan manusia untuk berbudaya Ashley Montagu – sebagaimana dukuti dari bku Prof.Harjo (1984) - yang tidak terdapat pada makhluk lain yang bukan manusia adalah bahwa:
  1. manusia dapat membebaskan diri dari respon terhadap lingkungannya
  2. mempunyai potensi yang plastis untuk mengembangkan intelegent
  3. dapat mengembangkan kemampuannya untuk berfikir simbolis yaitu menggunakan berbagai pengertian yang abstrak dengan alat bahasa
  4. Manusia dapat berbicara
  5. Manusia dapat mengembangkan kapasitasnya untuk inovasi, yaitu menemukan sesuatu yang baru, menerapkan penemuan baru itu, dan menyebarkan penemuan itu ke masyarakat.
Disamping sifatnya yang khas tersebut, sebagai makhluk hidup, manusia dilahirkan pula dengan membawa dasar pembawaan, seperti dasar bawaan untuk mempertahankan diri. Dsar ini kemudian menumbuhkan basic needs atau kebutuhan dasar seperti makan, minum, bernafas dan sebagainya timbul dari basic driver untuk mempertahankan diri.

C.     Pengertian Masyarakat

Aristoteles (384-322 SM), menyatakan ajarannya, bahwa manusia adalah makhluk Zoon Politicon, yang artinya bahwa  manusia adalah makhluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.[4]
C.S.T. Kansil (1989:30) dalam bukunya menyatakan bahwa persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Dengan kata lain, manusia adalah bentukan dari dua orang atau lebih yang hidup bersama yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai hubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi ini akan menciptakan pola kehidupan yang sistematis dalam sebuah kelompok masyarakat tertentu. Mayarakat dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat sebab kebudayaan tidak timbul tanpa adanya masyarakat dan eksistensi masyarakat itu dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.
Linton (1936:91) seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat berorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan dengan batas-batas tertentu[5]. M.J. Herskovits (1952) menuli, bahwa masayrakat ialah kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu[6]. Sedangkan J.L. Gillin (1948) mengatakan bahwa masyarakat itu kelompok manusia ynang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.[7] Ahli sosiologi Belanda S.R. Steinmeta (1952) mengatakan bahwa masyarakat sebagai kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih kecil mempunyai hubungan erat dan teratur.[8] Definisi Maclver (1955:5) adalah bahwa masyarakat itu adalah satu sistem dan cara kerja dan prosedur dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusiadan kebebasan sistem yang kompleks yang selalu berubah, atau jaringan dan relawan sosial itulah yang dinamai masyarakat.
Paad umumnya dalam suatu masyarakat pola sikap dan reaksi emosi itu rata-rata sama, hal ini disebabkan oleh kebiasaan dan latihan. Oleh karena itu maka timbulah eksistensi masyarakat itu dimungkinkan oleh interaksi sosial yang oleh park dan burgess dapat dianalisa sebagai proses-proses sosial. Menurut kedua ahli sosiologi itu interaksi sosial jika dianalisa sebagai proses sosial, dapat diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu: komunikasi, konflik, kompetisi, akomodasi, asimilasi, dan dalam klasifikasi ini dapat ditambah lagi satu, yaitu koperasi.[9]
Adapun interaksi sosial itu menjadi dasar adaptasi, karena sifat biologisnya yang khusus itu, manusia tidak dapat hidup menyendiri, hidupnya tergantung dari orang lain. Apabila interaksi sosial itu menjadi dasar adaptasi, maka yang menjadi dasar interaksi sosial adalah komunikasi, yaitu proses penerusan dan penerimaan stimuli simbolis dengan jalan bercakap-cakap, gerakan, dan tindakan lain.
Menurut R. Firth[10], disamping adanya organisasi masyarakat dalam aparatur sosial, dalam masyarakat terdapat empat bagian yang mengandung unsur yang penting sebagai eksistensi sosialnya, antara lain:
1.           Semua masyarakat di dalamnya mengandung pengelompokkan-pengelompokkan dengan maksud mempermudah menjalankan jika bertindak sebagai kesatuan,
2.           dalam masyarakat terdapat juga sistem dan prosedur yang mengatur kegiatan dan tindakan para anggota masyarakat,
3.           Kehidupan dalam masyarakat membutuhkan satu landasan lain untuk mengadakan komunikasi, dan
4.           Dalam masyarakat terdapat pula berbagai ukuran sosial yang digunakan sebagai kriteria untuk memiliki dan menseleksi satu sikap dan bagi penilaian apakah satu pelaksanaan tugas dijalankan dengan efektif.
Dari sudut antropologi cenderung melihat dua tipe masyarakat yang pertama, masyarakat yang kecil, yang belum begitu komplrks, yang belum begitu mengenal tulisan dan yang teknologinya relatif sederhana; suatu masyarakat yang terstruktur dan aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan. Masyarakat yang kedua, adalah masyarakat yang sudah kompleks yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang karena ilmu pengetahuan modern dan teknologi sudah maju. Masyarakat yang sudah mengenal tulisan; suatu masyarakat yang susah dilihat dengan sekaligus segi kegiatannya dan hanya dapat diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja. Dalam sejarah antropologi,  masyarakat yang sederhana dan bersahaja itu menjadi objek utama penyelidikan dari antropologi, sedang masyarakat yang kompleks adalah objek penyelidikan sosiologi. Sebenarnya dua tipe masyarakat itu hanya   berbeda secara gradual saja. Keduanya merupakan pernyataan dan perwujudan dari kebutuhan bio-sosial manusia untuk melangsungkan kehidupannya sebagai jenis dan mendapatkan kehidupan yang lebih terjamin dan lebih bahagia.

D.    Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan

Ashley Montagu (1962) Dilihat dari segi kemsyarakatan kehidupan bersama antar menusia menunjukkan adanya proses sosial dan relasi sosial. Proses sosial adalah cara interaksi sosial yang dapat kita lihat apabila individu dan kelompokbertemu dan membentuk satu sistem relasi sosial, atau apa yang terjadi apabila berbagai perubahan mengganggu satu cara hidup yang telah tersusun.[11]
Dilihat dari sudut kebudayaan, kehidupan bersama antar manusia menghasilkan kebiasaan, adat istiadat, customs dan folkways, mores dan pranata sosial yang merupakan aspek kebudayaan. Demikianlah apabila kita berbicara tentang perubahan masyarakat dalam masalah itu selalu menyangkut perubahan kebudayaan dan sebaliknya.
Masyarakat dan kebudayaan telah dikenal berbagai pendekatan, bahwa sejarah berfikir dalam antropologi  dapat kita bagi menjadi dua golongan besar, yaitu pikiran yang mempersoalkan  mengenai perkembangan penyebaran dan pertumbuhan atau pola pikiran yang mempersoalkan amengenai integrasi. Fungsi dan struktur  kebudayaan yang didekati secara sosiologis pada suatu saat tampaknya pendekatan historis dan pendekatan sosiologis mengenai konsep manusia, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat bertemu, malah saling menyerang satu sama lain.

E.     Analisis Hukum Budaya Politik dan Kesejahteraan Masyarakat

Perkembangan ilmu-ilmu yang mempelajari tentangtingkah laku manusia menunjukkan adanya studi sistematis yang mengenai saling berhubungannya individu, masyarakat dan kebudayaan.
Apabila kita pelajari tingkah laku manusia  sebagai makhluk yang hidup dalam masyarakat, maka tingkah laku itu mempunyai berbagai segi, seperti aspek biologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis.[12] Dan antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan pekerjaannya, yaitu sebagai makhluk yang berbudaya.
Sebagai Homo laquens, manusia adalah makhluk yang bisa berbicara sehingga dapat berkomunikasi antara satu denga yang lainnya. Dan sebagai ekonomicus, manusia mengorganisasikan seluruh usahanya untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, manusia adalah hewan yang diberi kemampuan oleh Tuhannya untuk berfikir.  Berfikir pada manusia erat hubungannya dengan kemampuannya untuk menggunakan lambang. Cassirer berpendapat sebagaimana dikutip dalam buku Prof. Harjo (1984:100)  bahwa memberi nama kepada manusia untuk kemampuannya utnuk menggunakan simbol itu disebut animal symbolicum. Kemampuan menggunakan lambang dan tanda menyebabkan manusia dapat berbicara dan berbahasa, serta mengadakar komunikasi sosial. Dengan alat itulah manusia dapat belajar. Selain kemampuan tersebut, perbedaan yang konkrit antara manusia dan hewan adalah ciri khas manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Ashley Montagu seorang ahli antropologi. Ia berpendapat, bahwa kodrat manusia itu adalah ekspresi dari interaksi dari tiga sistem yang kompleks yaitu:
  1. Pembawaan Genetis
  2. Lingkungan kandungan
  3. Lingkungan Kultural[13]
Manusia yang berkebudayaan itu adalah manusia bio-psikologis. Kondisi ini tidak dapat dipisahkan dari kemampuan manusia untuk membudaya.[14] Sebagai makhluk biologis, manusia tunduk kepada hukum biologi, yang termasuk dalam salah satu hukum biologis adalah bahwa manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan hukum alam yang berlaku. Apabila hal ini tidak dijalankan maka organisme itu akan mengalami disorganisasi dan disintegrasi dan ini berarti bahwa manusia akan mati dan musnah sebagai individu maupun sebagai jenis.[15]
Adapun syarat yang diciptakan untuk dapat bertahan hidup yang diberikan oleh ala, yang diperoleh melalui pengumpulan pelajaran dan pengalaman adalah kebudayaan. Dengan kata lain karena kebudayaan itulah manusia dapat bertahan hidup.[16]
Kebudayaan adalah sesuatu yang muncul berdasarakan ciptaan manusia, segala hal yang dikasrakan, dan dirasakan. Oleh sebab itu seluruhnya mestilah muncul berdasarkan pembelajaran. Adapun hal-hal yang dapat dipelajari secara sosial adalah pengertian yang abstrak yang hanya dapat dipahami melalui simbol-simbol atau lambang-lambang. Dan lambang yang paling cocok untuk digunakan secara praktis adalah bahasa. Dengan kata lain, karena manusia dapat menggunakan lambang dan tanda, maka manusia dapat berbahasa, karena manusia dapat berbahasa, manusia dapat belajar dan menambah pengetahuannya dengan pengalaman baru. Seluruh tingkah laku yang didapat dari pelajaran secara sosial itu kita sebut kebudayaan. Konstitusi biologis manusia dengan demikian merupakan dasar organis dari kebudayaan.[17]
Ahli psikologis kebanyakan berpendapat bahwa tingkah laku manusia antara lain didorong oleh motif psikologi disamping motif biologi. Motif tersebut disebut basic drive.[18]
Adapun basic drive yang penting yang ada pada manusia adalah:[19]
1.      Basic drive untuk mempertahankan diri
2.      Basic drive untuk meneruskan keturunan
3.      Basic drive untuk menyatakan diri
Evolusi masyarakat dalam hubungan tersebut dapat dilihat sebagai perkembangan dari usaha manusia yang semakin kompleks untuk memenuhi kebutuhan dasar yang timbul dari basic drive itu.
Hidup dalam kelompok masyarakat berarti mengorganisasikan berbagai kepentingan, kebutuhan individu, serta pengaturan sikap manusia satu-persatu dan pemusatan manusia dalam kelompok tertentu untuk melakukan tindakan.
Kehidupan masyarakat memiliki kebutuhan satu sama lain yang saling terorganisasi yang disebut dengan asosiasi.
Fungsi asosiasi sebagaimana dikatakan Prof. Harjo dalam bukunya (1984:115) adalah untuk melakukan tujuan tertentu seperti tujuan politik, ekonomi, sosial dan kebudayan.
Dengan demikian, kemampuan manusia dalam membuat simbol-simbol atau lambang sebagai alat komunikasi dapat membentuk sebuah kelompok masyarakat yang memiliki tujuan yang sama. Dalam proses untuk mencapai tujuan bersama itu secara alamiah masyarakat memerlukan adanya penguasa atau orang-orang yang dalam masyarakat dianggap sebagai kepala adat atau kepala desa. Fungsi tersebut menunjukkan adanya budaya hukum politik dalam masyarakat.
Oleh sebab itu, kebudayaan yang muncul dari masyarakat dimana kebudayaan tersebut menghasilkan adanya kesamaan tujuan dalam masyarakat yang pada dasarnya adalah sama-sama ingin mempertahankan hidu atau kesejahteraan. Pencapaian kesejahteraan dalam masyarakat dilambangkan dengan adanya budaya politik yang secara otomatis terbentuk akibat basic drive pertahanan hidup tersebut. Dengan demkian hukum budaya politik pada dasarnya sangat berhubungan erat dengan kesejahteraan masyarakat, karena dalam pencapaiannya budaya mencakup berbagai hal yang sangat erat kaitannya dengan kebutuhan hidup masyarakat dan melindungi masyarakatnya.













DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam.1998.DASAR-DASAR ILMU POLITIK.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
C.S.T. Kansil.1989.PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA.Jakarta: BALAI PUSTAKA.
Sarwono, Wirawan, Sarlito.2003.Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta; Rajawal Press.
Prof. Harjo.1984.Pengantar antropologi cet. 5. Jakarta: Bina Cipta.
Yushono,dkk.1993.Islam dan Kebudayaan Indonesia dulu, kini dan esok. Jakarta: Festifal Istiqlal





















Antropologi Hukum
HUKUM BUDAYA POLITIK DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Antropologi Hukum Jurusan Hukum Pidana Islam Smester IV (Empat)








Nama:
Neneng Fitria Nurhasanah (208 301 280)





FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
BANDUNG
2010


[1] C.S.T. Kansil,SH.1989.PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA cet.8.Jakarta; Balai Pustaka.
[2] Prof. Harjo.1984.Pengantar antropologi cet. 5. Jakarta: Bina Cipta.
[3] Definisi tersebut terdapat dalam sebuah karangan yang disusun oleh C. Cluckhohn dan W. H Kelly yang berjudul the concept of culture, yang dengan karangan lain dari berbagai ahli antropologi dihimpun di bawah editor Ralph Linton, dengan nama the science of man in the world crisis, 1952.
[4] C.S.T. Kansil.1989.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta; Balai Pustaka.hal.,29
[5] Prof. Harjo.1984.Pengantar antropologi cet. 5. Jakarta: Bina Cipta.,
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Prof. Harjo.1984.Pengantar antropologi cet. 5. Jakarta: Bina Cipta.,
[11] Prof. Harjo.1984.Pengantar antropologi cet. 5. Jakarta: Bina Cipta.
[12] ibid.,hal,98
[13] Ibid.,hal,101
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid hal,107.
[19] Ibid.hal,107